Soo-ha: “Bagaimana
jika kau yang salah dan dia benar?”
Hye-sung berhenti
berjalan, senyumnya menghilang, “Apa yang kau katakan?”
Soo-ha: “Kau salah
dan dia benar.”
Hye-sung:
“Apa?” dia terkejut.
Mobil tahanan
memasuki terowongan. Kita melihat dua bersaudara Jeong saling melempar
senyuman.
***
Hye-sung masih belum
mencerna perkataan Soo-ha, “Apa maksudmu? Aku salah dan Do-yeon benar?”
Mereka masih di
tengah jalan, dan lampu merah untuk pejalan kaki menyala. Mobil-mobil kembali
melaju.
Soo-ha: “Si kembar
merencanakan perampokan dan membunuh seseorang. Mereka berdua adalah pembunuh.”
Hye-sung linglung,
tampak syok, hampir saja dia terjatuh dan tertabrak mobi. Untung Soo-ha dengan
cepat memeganginya.
Hye-sung: “Mereka
berdua pembunuh? Kau sedang berbohong padaku, kan?” Hye-sung mencengkram dasi
baju Soo-ha. “Katakan kau berbohong!”
Soo-ha diam saja.
Lampu pejalan kaku kembali hijau. Hye-sung bergegas
menyebrang.
Soo-ha: “Kau tahu
aku tidk berbohong. Si kembar merencanakan dan menusuk korban.”
Hye-sung: “Aku tidak
mendengar mu!” Hye-sung menutup kupinngnya. “HEEEEHHHHHH!”
Soo-ha menarik paksa
tangan Hye-sung, “Jaksa benar, dan kau salah.”
“Lalu apa yang harus
ku lakukan? Hakim telah memutuskan salah satu dari mereka tidak bersalah.
Haruskah aku pergi dan berkta, ‘Maafkan aku. Jaksa benar daan aku salah’?”
Hye-sung berteriak lagi. “Tidak mau! Aku tidak bisa!”
Hye-sung berusaha
melepaskan tangannya yang dipegang dengan erat oleh Soo-ha. Tapi Soo-ha tidak
melepaskannya.
“Mungkin kau
seharusnya berhenti menjadi pengacara.” Soo-ha bicara dengan sungguh-sungguh.
“Sepuluh menit yang lalu, ku mengatakan…..
Flashback saat
Hye-sung berbicara dengan Do-yeon.
Hye-sung: “Apakah kau tahu siapa yang akan pergi meninggalkan bidang
ini? Pengacara yang selalu kalah dari kasusnya? Jaksa yang selalu salah membuat
keputusan? Atau, Jaksa yang selalu menuntut orang yang salah?”
Do-yeon: “Diam!”
Hye-sung melanjutkan: “Bukan mereka. Orang sepertimu yang tidak
mengakui bahkan disaat mereka tahu bahwa mereka salah, adalah masalah
terbesar.”
Hye-sung membela
diri, “Tapi itu…”
Hye-sung: “Orang ini benar-benar…aku berpikir dia
adalah orang yang akan selalu menolongku, tapi…dia hanya seseorang yang
menghalangi jalanku.”
Soo-ha reflek
melepaskan pegangan tangannya begitu mendengar pikiran Hye-sung itu. Dia
terlihat terluka.
Hye-sung bergegas
masuk ke kantornya dengan marah.
***
Hye-sung berteriak
marah-marah sendiri, membuat Yoo-chang penasaran, kenapa Hye-sung jadi seperti
itu lagi.
Hye-sung melihat
keluar lewat jendela. Dia melihat Soo-ha masih disana, duduk menunggunya di
depan kantor. Hye-sung berteriak kesal, “Aaaahhhh!!”
Yoo-chang
terperanjat kaget.
Hari berganti malam.
Soo-ha masih duduk ditempatnya. Dia melihat bangunan di depannya kemudian
berjalan menuju kebangunan itu yang tiba-tiba berubah bentuk..
Flashback..
Soo-ha memasuki
halaman rumah seseorang bersama seorang Polisi. Polisi itu mengetuk pintu
rumah, dan muncullah paman Soo-ha.
Paman terkejut
Soo-ha kembali ke rumahnya. Tapi dia tetap member Soo-ha makan seperti
anak-anaknya.
Dilihat dari kondisi
rumahnya, Paman ternyata bukan orang yang berada, karena itulah dia berusaha
membuang Soo-ha sebelumnya. Karena diapun pas-pasan hidupnya.
Selesai makan, Soo-ha
mendengar pikiran pamannya, “Anak ini
menempel seperti lintah.”
Soo-ha terdiam lalu
melihat ikan di akuarium kecil, ada ikan yang terpisah sendiriian disana.
“Tanganku terluka.”
Ujar Soo-ha tertunduk.
“Apa?” tanya paman.
“Aku bilang tanganku
terluka. Ini sakit!” Ujar Soo-ha lagi sambil mengulurkan jarinya yang terluka
dan menangis. Pasti hatinya lebih sakit sehingga dia menangis lagi.
Flasback end..
Episode 6
Abandoned Alone By The Hole World
Hye-sung menghampiri
Soo-ha.
“Tarik kembali
perkataanmu sebelumnya.”
Soo-ha diam menatap
Hye-sung.
“Tarik kembali
kata-kata bahwa aku sama dengan Do-yeon, gadis itu.” kata Hye-sung lagi.
Soo-ha: “Aku tidak
mau.”
Hye-sung: “Mulai
sekarang, aku akan melakukan apapun yang dapat aku gunakan untuk mencari
kebenaran. Aku akan membuktikan bahwa mereka pergi sendirian, dalam pembunuhan
itu. Apa kau mengerti apa yang kau bicarakan?”
Soo-ha: “Mungkin.”
Hye-sung kesal dan
berteriak dan menjelaskan, “Aku mengakui kesehatanku, kau bodoh!”
Soo-ha tersenyum dam
membuat Hye-sung makin kesal.
“Apa kau tertawa?
Kau pikir ini lucu? Hey, ini tidak semudah yang kau kira. Fakta bahwa aku
mengakui kesalahanku, terutama di hadapan musuhku Do-yeon, adalah hal yang
tidak biasa dilakukan oleh orang pada umumnya. Tapi aku mengakuinya. Mengapa?
Karena aku lebih baik daripada orang yang rata-rata. Jadi tarik kembali apa
yang kau katakan sebelumnya.”
Soo-ha: “Kau tidak
salah, hanya berbeda.”
Hye-sung: “Apa?”
Soo-ha: “ ‘Salah’
artinya ‘tidak benar’. ‘Berbeda’ artinya ‘tidak sama’. Dalam hal ini, kau
seharusnya menggunakan ‘berbeda’ bukan ‘salah’.”
Hye-sung bengong.
Soo-ha: “Segitukah
kosakatamu di tingkat itu?” (maksudnya masa udah jadi pengacara tapi tidak bisa
membedakan arti kata.)
Hye-sung: “Hey, aku
tidak sedang ingin bermain kata denganmu sekarang.”
Soo-ha: “Kau berbeda
dengan jaksa itu. Sangat berbeda. Puas?”
Hye-sung: “Huh?”
Hye-sung baru mikir. “Ya. Baiklah kalau begitu.”
Kemudian Hye-sung
mengajak Soo-ha belanja. Walaupun awalnya Soo-ha protes kenapa dia harus ikut,
akhhirnya ikut juga.
Hye-sung dan Soo-ha
pengan troli belanja bersama, Soo-ha senyum-senyum aja. Mereka belanja. Saat
Hye-sung memasukkan makanan instan, Soo-ha dengan cepat mengembalikannnya.
Hye-sung pukul-pukul tangan Soo-ha. Lucu deh…
Saat Hye-sung
mengeluh tentang banyaknya waktu yang akan dihabiskan jika memasak, bukan
makanan instan, ternyata tidak Soo-ha disampingnya. Hye-sung menoleh ke
belakang dan melihat Soo-ha sedang memandangi ikan di aquarium. Lalu Soo-ha
menoleh dan tersenyum pada Hye-sung.
Rumah tahanan.
Hye-sung bertemu
dengan Pil-seung. Pil-seung menanyakan apalagi yang harus mereka lakukan untuk
mendukung pernyataan bahwa dia tidak bersalah. Pil-seung mengajukan untuk
mendapatkan petisi dari temannya. Hye-sung tidak menjawab, dengan hati-hati dia
balik bertanya pada Pil-seung.
Hye-sung: “Sebelum
itu, apakah kau pernah berbohong padaku? Bahkan 1%?”
Pil-seung tersenyum
dan berkata tidak pernah.
Hye-sung: “Karena 1%
itu, 99% yang lain bisa menjadi kebohongan.”
Pil-seung masih
dengan tampang tidak bersalahnya menjawab dia tahu itu, “Tapi, mengapa anda
menanyakan itu?”
Hye-sung masih
dengan hati-hati bertanya: “Aku bertanya untuk memastikan, apakah kau dan
kakakmu merencanakan untuk membunuh Han Gi-soo?”
Pil-seung
menggeleng, “Tidak, tentu saja tidak. Mengapa anda menanyakannya? Apakah
kakakku mengatakan sesuatu?”
Hye-sung: “Jika
kakakmu mengatakan sesuatu…..fakta bahwa kalian berdua merencanakannya mungkin
akan tersebar, kan?”
Hye-sung menatap
Pil-seung. Pil-seung terdiam lalu melihat ke pensil yang dipegang Hye-sung (aku
gak ngerti maksudnya apa). Hye-sung mengeratkan pegangan tangannya pada pensil
itu dan menoleh ke arah Pak Polisi penjaga di luar.
Raut muka Pil-seung
berubah lebih serius, tidak polos lagi, “Ini bukan hanya tentang itu. Tapi, aku
hanya bertanya apakah anda mendengar sesuatu.”
Pil-seung
mendekatkan mencondongkan badannya ke depan dan berkata dalam bahasa informal,
“Tapi ini rahasia. Sebagai pengacaraku, kau tidak bisa menceritakannya. Kode
Etik Pengacara Nomor 23. ‘Seorang pengacara tidak akan mengatakan rahasia
kliennya di persidangan dalam pernyataannya.’ Kau tahu kan?”
Hye-sung: “Apakah
kau sedang mengancamku?”
Pil-seung tersenyum
meremehkan, “Tidak. Hanya memberitahumu bahwa aku lebih pintar daripada yang
kau pikirkan. Jadi kau bisa percaya dan hanya lakukan apa yang aku katakan.
Seperti yang sudah kau lakukan sampai sekarang.”
Hye-sung diam, tapi
terlihat tegang.
Pil-seung: “Apa yang
aku katakan karena aku belajar sedikit tentang hukum. Itu bukan untuk mematuhi
hukum. Aku hanya membuatnya berguna.”
(mian…mian banget,
englishku terbatas, jadi terjemahannya agak kurang enak, atau mungkin salah.)
***
Hye-sung, seperti
biasa jika sedang galau, mengitari pintu gedung.
“Sial. Dia jahat
sekali. Apa yang harus kulakukan? Haruskan aku mengabaikan hukum kerahasiaan
dan mengatakan semuanya? Tidak. Aku seorang pengacara. Menjadi pengacara adalah
pekerjaanku.”
Kemudian datang
Kwan-woo hendak keluar kantor. Hye-sung berubah ceria, menggandeng dengan paksa
Kwan-woo mengitari pintu untuk kembali ke dalam.
Hye-sung: “Senang
bertemu denganmu! Ayo kita bicara.”
Kwan-woo bingung
ditarik langsung gitu, “Tapi aku harus bertemu klien!”
Hye-sung cerita,
“Aku baru saja bertemu dengan Jeong Pil-seung.”
Kwan-woo menepis
tangan Hye-sung, “Hey… kau tidak boleh memberitahuku! Aku pengacara Jeong
Pil-jae.” Kwan-woo beranjak pergi.
Hye-sung menarik
lengan Kwan-woo dan berbicara di telingnya sambil berjalan, “Tapi kau harus
mendengarnya. Si kembar……”
Kwn-woo menarik
lengannya lagi dan menutup kuping’ “Aku tidak mendengar!”
Hye-sung mengejar,
“Dengarkan perkataanku!” Hye-sung berusaha mebarik tangan Kwan-woo dari
kupingnya.
Kwan-woo: “Aku tidak
bisa mendengarmu. Aku tidak bisa mendengarmu.”
(bukan menutup
telinga suh, tapi memukul-mukul gitu.)
Hye-sung tidak
menyerah, terus berteriak dikuping Kwan-woo sambil memegang lengannya, “Aku
pikir mereka merencanakannya bersama! Si kembar mencoba bebas dari tuntutan
memperalat kita!”
(Kocak liat adegan
ini. ^^)
Kwan-woo mendadak
berbalik, sehingga wajah Hye-sung menabrak badan Hye-sung.
“Berhenti! Maafkan
aku, tapi aku tidak mau mendengarmu. Aku hanya akan mendengar klienku, Jeong
Pil-jae.” Kata Kwan-woo tegas dan segera keluar meninggalkan Hye-sung yang bengong
dibentak Kwan-woo.
Hye-sung mengumpat
kesal, “Orang bodoh. Kemanapun aku pergi, pasti ada orang bodoh!”
Di luar Kwan-woo
terdiam dan berfikir bagaimana jika yang dikatakan Hye-sung benar, “Mereka
berdua merencanakan dan melakukan pembunuhan?”
Kwan-woo lalu
berteriak dan memukul-mukul pipinya, “Sadarlah, Pengacara Cha! Kau Pengacara
Jeong Pil-jae. Aku harus melawan Pengacara Jjang. Pengacara Jjang adalah musuh.
Jangan terpengaruh.” Kwan-woo
mengacungkan tangannya yang mengepal, Merdeka! ^^
Ada dua perempuan
yang lewat dan menertawakannya. Dia lalu menyadari ada bedak yang menepel di
jasnya. Kwan-woo tertawa dan menyebutnya Pengacara Jjang. Kwan-woo mendekatkan
wajahnya ke gambar itu, mencium aromnya. Errr…
(Masa iya ya wajah
nempel terus ngebentuk muka gitu, mustahil bin mustahal..tapi lucu gambarnya
jadinya… :D )
Hye-sung curhat pada
Soo-ha, “Tidak ada yang lebih bodoh daripada dia. Dia menutup teingany dan
berteriak-teriak.”
Hye-sung bersusah
payah membuka botol minuman, tapi tidak bisa. Soo-ha membantunya, sekali putar
langsung terbuka..
Soo-ha: “Dia
terlihat gelisah.” (maksudnya di
persidangan.)
Hye-sung: “Bahkan
kau melihatnya seperti itu, kan?”
Soo-ha: “Apa yang
akan kau lakukan di persidangan?”
“Aku tidak tahu. Semua bukti yang ada lemah.
Tidak ada yang terlihat jelas. Dengan ini si kembar mungkin akan diputuskan
tidak bersalah oleh hakim. Kenapa Do-yeon ingin menuntut hanya dengan
bukti-bukti ini?” kata Hye-sung sambil melihat-lihat berkas.
Soo-ha: “Ada sesuatu
yang menarik perhatianku.”
Hye-sung: “Apa?”
Soo-ha: “Terakhir
kau berbicara dengannya, aku membaca pikirannya.”
Hye-sung: “Apa yang
dia katakan? Apakah dia menjelek-jelakan ku lagi?”
Soo-ha: “Tidak. Dia
akan merasa aneh jika dia harus memintamu untuk menolongnya.”
Hye-sung: “Apa?”
Inilah pikiran
Do-yeon waktu itu:
“Haruskah aku meminta tolong? Aku tahu
caranya mendapatkan mereka berdua jika aku bisa membuatnya menolongku.”
Hye-sung: “Bagaimana
caranya?”
Soo-ha: “Aku tidak
tahu. Aku tidak membaca lebih jauh lagi.”
Hye-sung: “Aku membantunya? Menolong gadis itu? Aku
tidak mau. Tapi, haruskah aku tetap bertemu dengannya? Bahkan Do-yeon bilang
ada sesuatu yang penting. Aku gila. Ke kantor Do-yeon? Lupakan.”
Saat Hye-sung
berkutat dengan pikirannya sendiri, Soo-ha diam-diam mengambil ponsel Hye-sung
dan mengetik sesuatu dengan wajah polosnya.
Hye-sung tersadar
dan bertanya apa yang Soo-ha lakukan dengan ponselnya. Dan dengan wajah
polosnya Soo-ha menjawab dia mengirim sms ke seo Do-yeon.
Hye-sung langsung
panik, “Apa? Apa kau gila? Kenapa kau mengirim sms gadis itu! berikan padaku!”
Hye-sung mencob merebut ponselnya dari belakang, manjat badan Soo-ha. HA.
Soo-ha: “Aku hampir
selesai.”
Hye-sung naik ke
punggung Soo-ha, “Apa kau akan melangkah sejauh itu? Yah!! Hey!”
Akhirnya Hye-sung
mendapatkan ponselnya setelah pergulatan sengit itu.
Soo-ha kecapean,
pinggangnya sakit, dia terduduk di meja makan. Hye-sung bengong menatap
ponselnya.
“Haaahh.. Apa kau
benar-benar mengirimnya seperti ini?”
“Ya.” Soo-ha
tersenyum sambil ngos-ngosan.
***
Do-yeon di kantornya
sedang membuat berkas perubahan tuntutan. Kemudian ada sms dari Hye-sung.
“Dapatkah kita bertemu besok? Aku berpikir
kita berdua bisa saling membantu..”
Do-yeon tampak
berpikir.
***
Hye-sung berbicara
sambil mondar-mandir, “Bekerjasama dengannya itu bukan ‘win-win’, tapi
‘lose-lose’. Apa yang harus ku lakukan? Aku terlihat seperti seorang pecundang!
Pecundang total!”
Ada sms masuk dari
Do-yeon:
“Di tempat kejadian. Jam 7.30 pagi.”
Hye-sung sewot: “Jam
7.30 paagi? Siapa yang bilang dai boleh menentukan tempat dan waktunya. Aku
tidak akan pergi.”
Hye-sung mengetik
sms, tapi ponselnya direbut Soo-ha, “Kau mengatakan bahwa kau akan menerima
kesalahan. Terimalah dan dengarkan ceritanya.”
“Aish.. Kalau bisa,
aku jahit mulutmu.” Hye-sung kesal.
***
Do-yeon dan Hye-sung
berdiri di depan minimarket. Terlihat ada seorang ibu yang mengangkat
botol-botol air mineral sambil mengendong anak kecil yang menangis. Dia adalah
istri dari korban si kembar.
Do-yeon: “Korban mempunyai
tiga anak termasuk bayi itu. anak pertamanya baru masuk sekolah. Yang kedua
menderita autisme. Yang ketiga baru saja melewati ulang tahunnya yang pertama.
Sehari sebelum ulang tahunnya, ayahnya dibunuh.”
Hye-sung: “Mengapa
kau ingin bertemu denganku disini? Apakah kau mencoba membuatku merasa bersalah
dengan melihat keluarga korban?”
Do-yeon: “Kau
mengatakan bahwa terdakwa tidak bersalah. Mengapa kau harus merasa bersalah?
Kau tahu bahwa mereka berdua bersalah, kan?”
Hye-sung: “No
comment. Kau jaksa dan aku pembela umum, kan?”
Do-yeon: “Aku akan
tetap pada tuntutan. Itu tidak salah. Kalaupun ada, itu tidak boleh terjadi.
Aku yakin mereka berdua merencanakannya.”
Hye-sung: “Kau harus
mempunyai bukti, bukan udara tipis. Tapi, semua buktinya lemah.”
Do-yeon: “Aku tidak
punya bukti. Tapi, aku mempunyai rencana.”
Hye-sung: “Rencana
apa?”
Do-yeon: “Jika aku
mengatakannya, akankah kau membantuku? Haruskah aku memberitahumu atau tidak?”
Hye-sung: “Kalau kau
ingin mengatakannya, cepat katakan. Jangan bicara memutar-mutar seperti
sebelumnya sehingga aku bisa mengerti.”
Do-yeon menghadap
Hye-sung, “Rencana yang ku pikirkan adalah…….”
Kwan-woo berjalan ke
arah mereka dan melihatnya. Kwan-woo sembunyi, berusaha mengintip mereka.
“Mengapa mereka bersama?”
***
“Pengacara Jang dan
Jaksa Seo bertemu?” tanya Yoo-chang pada Kwan-woo. “Di tempat kejadian?”
Kwan-woo
manggut-manggut dengan ekspresi seperti masih syok.
Pengacara Shin: “Apa
yang seorang jaksa dan seorang pembela umum diskusikan sebelum persidangan?”
Yoo-chang: “Mungkin
jaksa dan pembela umum bersatu untuk menyerang Pengacara Cha.”
Pengacara Shin: “Itu
benar-benar masalah. Apa kau pikir dia akan melakukan hal seperti itu disaat
dia adalah seorang pembela umum?” tanyanya pada Yoo-chang.
Yoo-chang: “Tentu
saja, Pengacara Jang akan melakukannya. Aku berpikir seperti itu juga kan?
Pengacara Cha?”
Kwan-woo melamun,
tiba-tiba dia berbicara mengagetkan:”Aku benar-benar tersentuh.”
Pengacara Shin:
“Apa?”
Kwan-woo: “Itu pada
jam 7.30 pagi. Pergi ke tempat kejadian perkara pada jam segitu menunjukkan
bagaimana menjiwainya dia dengan kasus ini. Aku sering melakukannya, tapi ini
sungguh diluar perkiraan untuk Pengacara Jjang untuk melakukannya. Tidakkah dia
lebih menjiwai daripada kelihatannya?”
Yoo-chang: “Menjiwai?
Tapi, dengan apa yang kau katakan, kau berpikir bahwa Pengacara Jang adalah
yang terbaik? Menjiwai?”
Kwan-woo: “Lalu apa
yang lebih dari itu?”
Yoo-chang: “Ahh. Dia
terlalu positif. Terlalu optimis.”
(Aku juga suka
Kwan-woo karena dia itu selalu berpikir positif pada siapapun dan pada keadaan
apapun.)
Hye-sung menunjukkan
dua berkas pada Pil-seung, kini dengan lebih berani, lebih percaya diri.
Hye-sung: “Pilihlah,
yang ini (pink) adalah pengakuan dan yang ini (biru) adalah tidak mengakui.”
Pil-seung menarik
yang biru, “Tentu saja aku tidak akan mengaku.”
Hye-sung menahan
berkasnya, “Bahkan kau mungkin akan bebas jika kau mengaku?”
Pil-seung: “Obat apa
yang hendak kau minumkan lagi padaku?”
Hye-sung menepuk berkas
pink, “Aku beritahu apa obat ini. Pertama, di persidangan besok, kami akan menghapus
semua bukti. Bukan hanya milikmu tapi juga milik Jeong Pil-jae.”
Pil-seung: “Bukan
hanya milikku, tapi juga milik kakak?”
Hye-sung: “Ya. Jika
bukti merencanakan perampokan dan pembunuhan itu hilang, lalu kau akan membuat
pengakuan.”
Pil-seung: “Kau
bercanda? Jika aku membuat pengakuan, bagaimana bisa aku jadi tidak bersalah?”
Hye-sung: “Kode
Prosedur Kriminal No. 310. Bukti Nyata Kebenaran Untuk Hukum Pengakuan: ‘Jika
bukti hanya pengakuan terdakwa, makan terdakwa pasti tidak bersalah’. Saat kau
mengaku, dan tidak ada bukti lain. Maka, kau tidak bersalah. Akan tetapi, orang
lain yang tidak mengaku dialah yang bersalah.”
Pil-seung bingung:
“Apa? Kakak tidak punya bukti sepertiku. Lalu mengapa dia bersalah?”
Hye-sung tersenyum:
“Ada bukti untuk kakakmu. Dan itu adalah kau. Pengakuan yang kau buat akan
menjadi bukti yang menjerat kakakmu. Bahkan jika kakakmu menyangkal, pengakuanmu, dalam arti
sebenarnya, akan menjadi bukti. Dalam hal ini, dia bersalah. Ini menakjubkan
bukan? Saat kau mengaku, kau bebas. Saat kau menyangkal, kau bersalah.”
Pil-seung: “Sudah
tidak ada bukti. Lalu, mengapa aku harus mengaku? Jika kami tidak menerimanya
sampai akhir, kamu berdua akan bebas.”
Hye-sung: “Bagaimana
jika ada bukti lain dan jaksa hanya tidak membawanya keluar.”
Pil-seung: “Apa
maksudnya?
Hye-sung: “Kami
memeriksa daftar bukti. Tapi, hanya ada satu CCTV yang diajukan, padahal
aslinya ada dua. Juga, CCTV ditempatkan di sebuah tempat dimana kau tidak bisa melihatnya.
Kau pikir apa alasannya? Jaksa sudah mengaturnya. Membuka pintu dan hanya
membiarkan satu orang keluar, dan menangkap yang satu lagi. Sesuatu seperti
itu.”
Pil-seung tampak
berpikir.
Hye-sung: “Lalu saat
pintu dibuka untuk membiarkanmu keluar, keluarlah. Jangan melewatkannya untuk
alasan yang tidak berguna. Hukum bukn untuk disetujui, tapi menempatkannya
untuk digunakan dengan baik, kan?”
Hye-sung dan Soo-ha
sedang menunggu bus.
Soo-ha bertanya
tentang hukum yang tadi dibicarakan Hye-sung pada Pil-seung dan menanyakan
apakah Hye-sung akan melepaskannya. Hye-sung menjawab dia tidak akan melepaskan
mereka berdua.
Lalu Soo-ha membaca
pikiran seorang pria yang akan mencopet, “Bagaimana
dengan wanita ini? Yang mengambil uang dari bank?” dan bersiap akan
mensilet tas ibu itu.
Soo-ha segera
bertindak. “Aigo. Pria yang memakai topi biru ini, membiarkan risletingnya
terbuka. Ha ha ha.”
Si pria itu menatap
Soo-ha.
Soo-ha: “Aigo, aku
salah. Aku sepertinya melihat hal lain.”
Si pria segera pergi
setelah mengumpat dalam hati.
Hye-sung penasaran,
“Ada apa ini?”
Soo-ha: “Pria itu
hendak mencopet.”
Hye-sung memukul
pundak Soo-ha “Seharusnya kau menangkapnya!”
Soo-ha: “Aku
menghentikannya sebelum dia mencuri apapun. Tenang saja.”
Hye-sung: “Apa
maksudmu tenang? Di mungkin hendak mencopet orang lain.”
Lalu Hye-sung
mendapat sms dari ibu: “Hye-sung, kapan
kau akan membayar? Kapan aku bisa mengambilnya?”
Hye-sung membalas: “Dua minggu lagi, hari jumat.”
***
Ibu meminta Joon-guk
(Gil-dong) untuk menandai kalender di hari jumat dua minggu lagi. Joon-guk
mengerjakan permintaan ibu. Disamping kalender terdapat foto-foto ibu bersama
Hye-sung sejak Hye-sung kecil, wisuda perguruan tinggi, dan menjadi pengacara.
Joon-guk memandangi foto-foto itu.
Ibu: “Apa yang
sedang ku lihat?”
Joon-guk: “Foto-foto
ini. Anda dan putri anda terlihat sangat bahagia.”
Ibu: “Senyumnya itu
karena untuk di foto saja. Kenyataannya dia tidak punya sedikitpun kecantikan.”
Joon-guk: “Itu
terlihat sangat bahagia. Kalian berdua.”
Ibu: “Dimana
keluargamu?”
Joon-guk: “Mereka
sudah meninggal. Sudah lama.”
Joon-guk terlihat
sedih.
***
Hari persidangan.
Pil-seung dan
Pil-jae di dalam bis menuju ke pengadilan. Pil-seung tampak masih memikirkan
kata-kata Hye-sung, dan menoleh ke kakaknya.
“Lalu saat pintu dibuka untuk membiarkanmu keluar, keluarlah. Jangan
melewatkannya untuk alasan yang tidak berguna.”
Do-yeon menuju ruang
persidangan dengan percaya diri, begitupun Hye-sung dan Kwan-woo. Hakim pun
berjalan masuk dengan gagahnya.
Soo-ha di sekolah
melihat jamnya, dan berkata dengan pelan, “Semangat!”
Hakim menanyakan
pada Jaksa perihak tuntutan yang tidak berubah dan semua bukti dari Jaksa yang
ditolak pihak terdakwa. Hakim Ketua mengatakan pada rekannya, ini akan memakan
waktu yang lama.
Hye-sung dan Do-yeon
saling pandang penuh arti.
Pil-seung masih
memikirkan kata-kata Hye-sung yang lain.
”Di persidangan besok, kami akan menghapus semua
bukti. Bukan hanya milikmu tapi juga milik Jeong Pil-jae.”
Satu persatu bukti
yang di ajukan jaksa, dipatahkan oleh Pengacara.
Pengacara Shin dan
Yoo-chang hadir di pengadilan. Juga pacarnya Pil-seung yang duduk di belakang
Pengacara Shin.
Yoo-chang: “Aku
tidak mengerti dengan Pengacara Jang. Dia tidak merencanakan sesuatu dengan
jaksa, tapi dengan Pengacara Cha, dan pengambil alih penuntutan.”
Pengacara Shin
tampak berpikir, “Jaksa menyerah terlalu mudah. Terlihat seperti hendak
menyerah.”
Yoo-chang: “Ai, itu
tidak mungkin.”
***
Lalu mereka melihat
bukti CCTV dimana salah seorang dari si kembar membuka topengnya dan menusuk
pemilik minimarket.
Hakim menanyakan
adakah kaset lain yang lebih jelas. Jaksa bilang tidak ada.
Hye-sung menoleh ke
Pil-seung. Pil-seung teringat lagi perkataan Hye-sung.
“Kami memeriksa daftar bukti. Tapi, hanya ada satu CCTV yang diajukan,
padahal aslinya ada dua. Juga, CCTV ditempatkan di sebuah tempat dimana kau
tidak bisa melihatnya. Kau pikir apa alasannya? Jaksa sudah mengaturnya.
Membuka pintu dan hanya membiarkan satu orang keluar, dan menangkap yang satu
lagi. Sesuatu seperti itu.”
Pil-seung memejamkan
matanya dan mengingat lagi, “Lalu saat
pintu dibuka untuk membiarkanmu keluar, keluarlah. Jangan melewatkannya untuk
alasan yang tidak berguna.”
Yoo-chang: “Jika
CCTV tidak dihitung, dua pengacara itu berhasil mematahkan semua bukti.”
Pengacara Shin:
“Jika semua bukti terhapus dan salah satu dari mereka mengaku…..”
Yoo-chang
melanjutkan, “Karena pengakuan itu, satu dari mereka tidak bersalah dan yang
satu lagi bersalah.”
Mata Yoo-chang membesar,
terbelalak, “Haaa, apa anda pikir Pengacara Jang mungkin……”
Pengacara Shin yang
melanjutkan: “Ini seperti ‘Prisioner Dilemma’.
Hye-sung menatap
Do-yeon. Lalu flashback saat mereka bertemu di tempat kejadian perkara.
Do-yeon: “Rencananya aku mencoba menggunakan ‘Prisioner Dilemma.’
Hye-sung: “Hey. Kau hanya dapat menggunakan itu saat salah satu dari
mereka mengkhianati rekannya. Si kembar telah merencanakan semuanya dengan
sempurna.”
Do-yeon: “Apa kau yakin? Jika salah satu dari mereka tidak bersalah,
dan yang lain bersalah dan harus tinggal di penjara selama 15 tahun, tidakkah
kau berpikir mereka akan berkhianat? Kita akan membuat mereka saling berkhianat
dan….”
Hye-sung: “Menangkap keduanya?”
Hakim: “Hanya itu.
Saya rasa ini akan sulit untuk menggunakan bukti dalam kasus ini. Mari kita
lihat lagi daftar bukti yang ada.”
Pil-seung kembali
tampak berpikir, mungkin terasa sulit, tapi dia teringat kembali kata-kata
Hye-sung.
“Saat bukti-bukti terhapus, kau, Jeong Pil-seung akan mengaku.”
Pil-seung menoleh ke
Hye-sung, Hye-sung memberinya keyakinan. Sejenak tampak berpikir, Pil-seung
lalu berdiri dan berkata pada hakim.
“Saya…kami
merencanakan semuanya dan kami membunuh orang.”
Do-yeon tersenyum
puas. Semua orang kaget termasuk Pil-jae.
Pil-jae: “Hey. Ada
apa denganmu? Apa kau gila?”
Hakim: “Terdakwa
Jeong Pil-seung, kamu punya hak untuk menarik kembali pengakuanmu. Apakah maksud
terdakwa adalah menerima tuntutan terhadapmu, dan mengetahui efeknya?”
Pil-seung: “Ya. Saya
menerimanya. Saya mengakuinya sekarang.”
Pengacara Shin
tampak berpikir.
Hakim: “Lalu,
bagaimana dengan anda Jeong Pi-jae, apakah menerimanya juga?”
Pil-jae: “Tidak. Aku
tidak melakukannya! Aku tidak melakukan apapun. Dia melakukannya sendiri!”
(Pil-jae yang kesal
menumpahkan kesalahan pada adiknya, tanpa tahu bahwa dengan begitu dia yang
akan masuk penjara.)
Hakim: “Jeong
Pil-jae, karena kami menemukan bukti, kau mungkin dinyatakan bersalah.”
Kwan-woo: “Hakim,
saya meminta waktu untuk membicarakan hal ini lebih lanjut dengan klien saya.”
Pil-jae masih kesal,
berkata dengan amarahnya “Tunggu sebentar! Hakim mengatakan kebohongan.”
Kwan-woo: “Jeong
Pi-jae, kumohon hentikan.”
Pil-jae: “Mana
buktinya? Pengacara baru saja mengatakan tidak ada bukti.”
Hakim: “Pengakuan
yang dibuat Jeong Pil-seung adalah bukti yang menjeratmu.”
Pil-jae: “Apa? Lalu
bagaimana dengan pria itu?” Pil-jae
menunjuk Pil-seung.
Hakim: “Jika
pengakuan tadi hanya satu-satunya bukti dalam kasus ini, hukum melarang
hukuman. Tidak ada bukti lain yang menyatakan Jeong Pil-seung melakukan
kejahatan. Dan hanya dia yang mengaku jadi dia bisa dibebaskan.”
Pengacara Shin
mendesah.
Pil-jae terduduk
lemas, dia bertanya pada Kwan-woo, “Dia mengaku dan oleh karena itu, tidak
bersalah dan aku bersalah? Jadi, pria itu menjualku sehingga dia bisa keluar
dengan selamat!”
Kwan-woo: “Aku tidak
yakin apa yang dia inginkan, tapi hasilnya akan sama seperti yang kau katakan
barusan.”
Pil-jae berpikir,
“Apa yang terjadi jika aku mengaku?”
Hakim: “Apa? Apa
yang kau katakan?”
Pil-jae: “Jika aku
mengaku, lalu akan ada bukti untuk pria itu juga. Lalu pria itu akan bersalah
juga. Begitu kan?”
Pil-seung panik,
“Sial.”
Pil-jae dengan
lantang berkata pada hakim, “Aku mengaku. Aku akan mengaku!”
Kwan-woo panik, “Tuan
Jeong Pil-jae! Jangan terbawa emosi. Biarkan aku menanganinya! Ayo kita
diskusikan situasinya..”
Pil-jae makin emosi,
dia berteriak, “Pria ini memberitahuku untuk mengatakan bahw aku tidak membunuh
korban, apapun yang terjadi. Dan untuk terus menyangkalnya. Lalu kami berdua
akan bebas. Itulah bagaiman kami membunuhnya bersama. Dia merencanakan
semuanya. Dan aku, menusuknya. Benarkan Pil-seung?”
Pil-seung: “Diam!
DIAM!”
Pil-seung berusaha
menerang Pil-je, untung dengan cepat di tahan Kwan-woo dan petugas.
Pil-jae: “Ini karena
kau memulainya! Kau bajingan! Semua karenamu..! Karenamu! Andai kau tidak
mengaku!”
Pil-seung berteriak.
Hye-sung dan Do-yeon
saling menatap.
Hakim mendesah.
Pacar Pil-seung
menangis, Pengacara Shin melihatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar